Nutrihiking : Camilan karbohidrat sederhana saat Trekking

Tuesday, 19 January 2021

Nutrihiking : Camilan karbohidrat sederhana saat Trekking


 Karbohidrat adalag bahan bakar utama untuk menyuplai energi bagi tubuh, Karbohidrat akan diolah oleh tubuh menjadi glukosa yang nantinya jadi penyuplai energi utama untuk bergerak. sayangnya, tak semua bahan-bakar karbohidrat tinggi dapat diolah dmenjadi glukosa secara cepat dalam tubuh. bahan bahan itulah yang disebut karbohidrat kompleks. tapi, ada karbohidrat tinggi jenis lain dengan struktur kimia yang lebih simple sehingga cepat diolah oleh tubuh, yaitu karbohidrat sederhana.

    Trekking dalam waktu yang cukuo lama tentu membuat tubuh perlu banyak energi pula. pada pertengahan pendakian, ketika terlalu tanggung rasanya untuk membuka kompor dan memasak, para pendaki biasanya akan mengalami keletihan, saat saat seperti inilah karbohidrat sederhana memainkan peran sebagai penyuplai energi, di antara banyak karbohidrat sederhana, saya akan berikan beberapa rekomendasi camilan berenergi yang kompatible untuk dikonsumsi saat mendaki. 

  1.   Gula Merah ( Gula Jawa)


Membawa gula merah (gula Jawa) saat mendaki adalah kebiasaan yang sudah diwariskan turun-temurun dari satu generasi pendaki ke generasi berikutnya. Ringkas dan mudah dicari menjadi alasan mengapa camilan ini tetap eksis meskipun makanan berenergi lain semakin banyak bermunculan.


Gula merah bisa langsung dimakan atau diseduh terlebih dahulu dengan air panas. Beberapa pendaki saya lihat bahkan menambahkan santan di rebusan gula merah agar rasanya tidak terlalu getir. Sekitar 10 g gula merah dapat menyuplai energi sebanyak 50 Kal.


        2.    Madu

    Bahan makanan ini cukup banyak dijual dalam bentuk bungkusan. Madu dengan perasa kini jadi primadona di kalangan pendaki. Sebagai sumber energi, satu sendok makan madu dapat menyuplai energi sebesar 50 Kal.
sebotol madu via pexels.com/Agustin Garagorry

Selain untuk dikonsumsi, madu juga dapat jadi salah satu bahan survival kit. Salah satu fungsinya adalah sebagai obat luar. Saat kulit sobek, misalnya, madu dapat menghambat perkembangan bakteri pada kulit yang terbuka. Madu juga bisa jadi solusi dari bibir kering, baik karena suhu dingin ataupun karena dehidrasi kala trekking. Untuk kamu yang serius memerhatikan penampilan, kamu juga bisa maskeran dengan madu sebelum muncak pendaki biasanya madu rasa sachet sampahnya jngn lupa dibawa turun.

        3.    Coklat

    Siapa, sih, yang tak suka cokelat? Mungkin ada, tapi tampaknya hanya segelintir saja. Dan agaknya bahan karbohidrat sederhana ini juga masih jadi salah satu primadona kalangan pendaki. Kenapa saya bisa menyebut bahan ini primadona? Karena, menurut pengamatan saya kala mendaki, sampah bungkus cokelat masih menduduki peringkat atas di jalur pendakian, bersaing dengan bungkus madu.
potongan coklat via pexels.com/kaboompics


    Terlepas dari semua itu, cokelat memang menawarkan energi yang besar. Dalam 50 g cokelat tersimpan potensi energi cukup padat, yakni sebesar 275 Kal. Selain energi yang dijanjikan, bentuk fisik cokelat yang kompak pun pas sekali rasanya dijadikan partner trekking.


        4.Buah-buahan
Tiga buah apel hijau via pexels.com/Suzy Hazelwood


    Buah-buahan adalah camilan pendakian favorit saya pribadi. Selain karena rasanya yang manis, buah-buahan juga menghasilkan sampah organik yang tentunya dapat terurai dengan baik oleh tanah. Hanya saja, energi dari buah memang tidak sepadat empat bahan yang sudah diulas sebelumnya di atas. Namun, mengonsumsi buah-buahan bukan cuma perkara mengekstraksi energi, tapi juga menambah semangat (sebagai mood booster).

Berikut daftar buah-buahan serta ukuran rumah tangga (URT) yang kompatibel untuk dibawa trekking. Semuanya mengandung energi sebesar 50 Kal.

BuahURT
Anggur20 buah sedang
Apel1 buah
Jeruk2 buah
Kurma3 buah
Duku9 buah
Pir1 buah
Pisang1 buah
Jambu air2 buah besar
Jambu biji1 buah besar
Salak2 buah sedang
Rambutan8 buah
    Akhirnya kita sampai di ujung tulisan. Saya menulis ini agar para pendaki bisa mendapat gambaran lain soal camilan untuk dibawa mendaki, sebab selama ini banyak yang hanya membawa “chiki-chikian” yang cenderung asin, memperberat kerja ginjal, dan membuat tubuh mudah mengalami dehidrasi. Satu-dua “chiki-chikian” tak apa-apa dibawa, asal jangan jadi camilan utama.

saya berharap agar tulisan-tulisan Nutrihiking dapat jadi panduan bagi teman-teman sekalian dalam menyusun itinerary makan. Kamu dapat melihat kembali jumlah energi tiap bahan makanan dan URT-nya untuk menghitung berapa banyak bahan makanan yang akan dibawa, baik untuk mendaki sendirian maupun berkelompok. Jangan lupa: good food is good mood.

0 comments :

Post a Comment